Ijinkan Aku Membasuh Kedua Kaki Kecilmu,Ibu.


( foto by : Rarindra Prakarsa )

Masih ia melalang buana dan mengembara mencari kesejatian diri yang telah lama tertanam pada lembah-lembah hakikat kehidupan.
Mencari pada langit-langit jiwanya,mencakar cakrawala angkasa luas,terbang melayang pada keheningan sunyi malam untuk mereguk air Cinta. Dimana dahaga telah membakar jiwa-jiwa panca inderanya.
Terbang tinggi,lalu terjatuh pada kumbang lumpur hitam pekat. Jalan menuju pintu cinta tak mudah dan lurus,liku jalan terjal dan mendaki.
Peluh jatuh menjadi doa-doa kerinduannya untuk membasuh luka-luka yang menusuk kakinya pada jejak pengembaraannya. Mencari pada celah-celah sunyi malam,berdiam diri sambil mengadahkan kedua tangan penuh luka,luka terbasahi oleh darah dimana berubah menjadi api yang membakar jiwa

Setelah itu kau terbawa oleh pusaran empat kiblat yang membawa kau semakin menjauh dari titik pusat awal mula dari perjalanan menuju pada lembah hakikat kehidupan.
Cahaya itu tertanam pada lapisan-lapisan dari inti sari cahaya Qalb yang tertanam dengan keabadian pada jiwa-jiwa yang tersinari oleh cahaya Cinta yang terbakar oleh api Rahman dan Rahimnya.

Menyala api pada Qalb akan menjadi sebuah cahaya iman,dia datang dari perjuangan pada hakikat kehidupan. Anak muda itu terus ia berlari menembus gelap malam,berteriak pada langit-langit jiwanya.
Ibu,aku disini di tanah seberang ini merasakan kehadiran pada rasa jiwa dan hatiku bila sayap-sayap cintamu menaungi aku seorang diri pada malam-malam sunyi ini.

Terhenyak seorang anak muda bila pusaran empat kiblat telah membawa ia menjauh pada hakikat cinta sang Ibu.karena menuju pada titik tengah empat kiblat,ia harus melewati doa-doa sang Ibu.
karena surga itu berada di bawah telapak kakinya.

Huwa,
sebelum aku meneruskan perjalanan pada pengembaraanku
ijinkan aku membawa bejana berisi air doa-doa cinta,untuk ku’basuh dan ku’cuci kedua kaki kecil itu pada malam ini.
Agar perjalanan menuju lembah hakikat kehidupan dan untuk berdiam diri pada Cahaya CintaMu terbekati oleh kata-kata doa restu yang terucap dari bibir kecil seorang Ibu pada malam ini di bawah keagungan cahaya rembulanMu.


( foto by : Rarindra Prakarsa )

biarkan Ruhku,
melayang
terbang dan menari
pada taman bunga CintaMU
lalu,
berikanlah harum wangi Ruhku
agar tercium pada rasa Jiwa dan Qalbku.
bagai harum minyak kasturi.

langitjiwa

Cinta Itu…

Langkahku tertunda padamu
aku terkepung bisu
angin dan angin senantiasa
yang mendekap
begitu jarak dekat jarak antara kau dan aku
tapi selalu saja lepas
setiap pandang
kita sama terkepung labirin
indah,memang indah,biarpun semu
bukankah kita nikmati keindahan itu
tanpa kata-
meski semu?
kesetianku dan kesetianmu
sama-sama dipertaruhkan
dalam hidup yang gombal ini
meski begitu:
cintaku selangit padamu.

* Asep Samboja.

* Asep Samboja,lahir di Sala,15 September 1967;
lulus dari jurusan Sastra Indonesia FSUI,Depok,tahun 1993.
Beberapa puisinya pernah dimuat dalam Nubuat labirin Luka: Antopologi Puisi Untuk Munir ( Jakarta: AWG dan Sayap Baru,2005)
Dian Sastra For President!: End of Trilogy ( yogyakarta: Insist,2005).

D’masiv

Bangsat!
kata-kata itu keluar dengan merah menyala bagai bola api yang dengan hebat menghantam tubuh kecilku ini. Begitu murka kau marah dan memerah darah raut wajah mungilmu.
Coba jangan kau emosi dulu,tarik nafas dan kau keluarkan dengan pelan-pelan. Itu bisa membantu kau tenang dan tak terbakar oleh api amarah dari dalam dirimu,nanti kau malah habis terbakar dan menjadikan dirimu abu lalu tertiup angin dan kau hilang bersama marah yang menyelimuti dirimu.

Laki-laki itu telah membuat aku semakin tak peduli lagi dengan yang namanya Cinta.
Oh! kenapa dengan cinta? tanyaku.
Cinta kadang membuat aku berbunga-bunga dengan wangi harumnya,lalu kadang ia berubah bentuk menjadi virus yang mematikan hatiku,dimana akhirnya membunuh perlahan-lahan perasaanku ini.

Terus,lanjutku.

Dengan kelima hurufnya, aku benar-benar dibuat berjuta rasa saat laki-laki itu mengatakan” aku cinta padamu.” walau aku tahu ia sedikit gombal. Karena kata-kata yang ia keluarkan tak ada Ruhnya pada kata Cinta itu,kata itu jadi semakin tak ada artinya karena tak ada ketulusan dari dalam jiwa laki-laki itu.

Oh,terus.

kenapa kau dari tadi hanya terus dan terus….
Ah! jadi aku harus bilang apa !?jawabku

cinta ini membunuhku…….

sepengal bait dari lagumu ( D’masiv ) telah membuat
seorang sahabatku benar-benar ia terkapar…………….

Doaku,semoga kau baik-baik saja malam ini,Yanti.

langitjiwa